Sabtu, 24 September 2016

Senja dengan Awan Hitamnya



Part 2

Ia kembali meraup garang tanah merah itu, seolah ia sedang mencabik - cabik dirinya sendiri. Seringkali penyesalan yang amat mendalam membuat seseorang begitu membenci dirinya sendiri. Tapi, bukankah penyesalan itu sesuatu yang tidak awam lagi dan seluruh penduduk bumi pun pasti pernah menyesal. Di balik penyesalan pun akan ada rahasia Tuhan yang terbaik, walaupun terkadang kita tidak menyadarinya. 

"Andaikan saja aku tidak membiarkanmu pergi waktu itu, mungkin kau akan tetap bersamaku di alam yang sama. Dan aku tidak akan bercakap - cakapmu lewat khayalanku. Sungguh, membiarkanmu pergi adalah kesalahan terfatal setelah aku tahu bahwa akhirnya seperti ini. Aku layaknya tokoh utama dalam dongeng - dongeng yang sering kuremehkan akan ceritanya yang berlebihan dan terlalu mengada - ada. Tapi, nyatanya dongeng itu sendirilah yang membuktikan bahwa semua itu bisa terjadi dan kini kualami. Mengapa harus kau yang pergi? Tak bisakah orang lain saja." Ucap perempuan itu berbisik dengan gundukan tanah di depannya. Wajahnya dibasahi oleh air mata yang terus mengalir. 

Angin berdesir mengibaskan rambutnya. Kupu - kupu bersayap corak kehitaman dipadu dengan biru laut itu tetap hinggap di atas tangan kanannya, seolah sudah menemukan rumahnya sendiri. Perempuan itu menatap sendu kupu - kupu di tangannya, seolah bertanya siapakah dirimu. 

Pohon di sebelahnya menggugurkan satu helai daun, hinggap di atas kepalanya. Perempuan itu seolah tersadar akan sesuatu, entahlah ia masih menerka - nerka. Daun itu tepat sekali hinggap di bando pita yang dikenakan perempuan itu. Ia kembali menghela napas panjang. 

Suatu cerita yang kini menjadi kenangan itupun terputar kembali dalam pikirannya. 

-Bersambung-